H-5
Malam itu saya tidak bisa memejamkan mata, lutut saya lemas, jantung saya berdegup kencang dan keringat dingin mengucur deras dari dahi saya. Saya tidak sedang tidak enak badan, saya juga tidak sedang sakit atau stress. Saya hanya terlalu semangat karena 5 hari lagi saya akan berangkat menuju negara kangguru untuk kedua kalinya. Perjalanan kali ini saya tidak dibiayai oleh pemerintah Australia seperti pada perjalanan tahun sebelumnya ketika saya mendapatkan beasiswa. Kali ini saya harus merogoh kocek sendiri demi mewujudkan impian saya, yaitu mengunjungi negara kiwi. Perburuan saya membuahkan hasil, dengan kesabaran dan tekad yang kuat serta menahan kantuk, dari hasil perburuan tiket selama beberapa hari di tengah malam akhirnya saya mendapatkan tiket dengan harga 1,5 juta rupiah sekali jalan untuk tujuan keberangkatan Tullamarine Airport, Melbourne. Tiket ini termasuk murah apabila dibandingkan dengan tiket keberangkatan saya ke Brisbane tahun sebelumnya. Dulu saya menggunakan Singapore Airlines, kalo bayar sendiri entah berapa lama saya harus menabung untuk membeli tiket Singapore Airlines.
Bulan Juni 2014
Malam itu sekitar pukul 1 dini hari, setelah membeli tiket Air Asia saya langsung meluncur ke website Jetstar Airlines dan membeli tiket dengan rute Melbourne Tullamarine Airport ke Christchurch International Airport. Saya mendapatkan tiket dengan harga 1,96 juta, masih lumayan murah kan, tapi…
Tujuan saya ke Australia kali ini bukanlah untuk belajar atau kunjungan wisata, melainkan hanya untuk transit. Untuk mencapai New Zealand saya harus transit di salah satu kota di Australia, dan saya memilih Melbourne sebagai persinggahan pertama saya karena saya melihat di peta kalau Melbourne jauh lebih dekat menuju Pulau Selatan. Rute penerbangan Jetstar lebih banyak dan lebih murah melalui Melbourne, tidak perlu transit lagi di Sydney. Alasan kedua adalah karena saya belum pernah mengunjungi Melbourne, dan alasan lainnya adalah karena saya ingin mengunjungi teman saya. Rasanya ke-3 alasan itu cukup untuk menjadikan Melbourne sebagai kota persinggahan pertama saya. Dengan berbekal visa transit, kita dapat singgah di Australia tidak lebih dari 72 jam.
H-1
Lagi-lagi saya nggak bisa tidur 1 malam sebelum keberangkatan. Saya harus bangun pukul 3 dini hari untuk mengejar pesawat yang akan membawa saya ke Kuala Lumpur pagi harinya. Waktu bangun tidur kepala saya migrain luar biasa, badan saya panas dingin dan lemes. Saya terlalu excited setiap mau traveling ke negara yang jauh. Inikah yang dinamakan pre holiday syndrom? Terakhir kali merasakan ini saat saya ke Seoul 2 tahun yang lalu. Saya harus cepat bangun dan berangkat ke bandara Soekarno Hatta yang hanya berjarak selemparan kolor. Walaupun bandara Soekarno-Hatta lokasinya cukup dekat dari rumah saya, tapi saya tetap harus berangkat lebih awal untuk menghindari ketinggalan pesawat. Sejak ditutupnya pintu M1 bandara, kami yang berdomisili di Tangerang dan sekitarnya harus masuk ke bandara melalui jalur alternatif. Waktu berangkat ke bandara saya diantar oleh kakak dan ibu saya, mobil kami melewati jalur parameter selatan (kalo gak salah), jalur ini lebih panjang dibandingkan jalur M1 karena harus memutari bandara.
Saya berangkat melalui terminal 3 bandara Soekarno-Hatta, ini adalah kali kedua saya naik pesawat sendiri ke luar negeri. Takut? Iyakkk! Saya takut tersesat di bandara haha. Saya berpamitan kepada kakak dan ibuk saya, minta doa seperti biasa supaya perjalanannya lancar dan pesawatnya gak kenapa-kenapa. Saya berjalan dengan pedenya dan tidak menoleh ke belakang ketika menaiki tangga menuju gate di terminal 3 “Langkah tegap majuuuu, jalan!!!”. Ketika akan melewati pemeriksaan imigrasi di bandara saya hampir salah masuk, saya mau masuk ke keberngkatan domestik haha. Owh saya salah, saya langsung mundur dan belok ke arah kiri menuju counter pemeriksaan imigrasi. Abisan sepi banget sih, saya kan gak ngeliat kalo ada orang.
Saya antri sendirian kemudian dipersilahkan maju ke counter di tengah, saat dilakukan pemeriksaan paspor ujug-ujug saya didatangi mas petugas imigrasi di counter sebelah dan diajak ngobrol. “Mau ke mana mbakkk??? Sendirian aja? Mbak ini anak pusat lho mas!” Kata si mas counter sebelah sambil memberi tahu rekan kerjanya.
Lhaaa kok saya nggak kenal kamu ya?? Siapa yaaa?? Saya hanya tersenyum dan menjawab, “Oh iya, mau halan-halan aja hehehe” Aduhhh siapa yaa, saya mungkin kenal tapi gak inget, maap saya lupa hehe. Ok, back to the cerita!
Saya kepayahan gendong ransel saya yang beratnya naudzubillah, belum apa-apa punggung saya udah pegel. Beluman juga naik pesawat, masih mondar-mandir ke toilet di gate bandara doang. Waktu lagi ambil foto tiket dan paspor buat diposting ke path, tiba-tiba dari pengeras suara terdengar panggilan untuk kami agar segera masuk pesawat. Bebarapa saat kemudian kami dipersilahkan naik ke bis yang akan membawa kami ke pesawat yang sudah menunggu dengan cantiknya.


Sarapan saya pagi itu adalah nasi lemak palembang yang sudah saya pesan ketika saya membeli tiket pesawat secara online. Saya hanya ingin tidur, rasanya saya enggan untuk sarapan akibat kepala saya yang pening. Tapi mau gak mau saya harus sarapan karena panjangnya perjalanan yang akan saya tempuh hari itu. Bukan apa-apa sih, saya cuma takut kebelet pup doang hahaha.


Penerbangan selama 2 jam-an itu gak kerasa lama, sesampainya di bandara internasional kuala lumpur saya mengistirahatkan badan saya sejenak, saya nggak kuat gendong ransel. Jadi kebanyakan duduk aja. Saya cuma beli air mineral dan duduk di kursi sambil tidur-tiduran. Suasana natal sudah terasa di bandara kuala lumpur. Saya transit selama 3 jam 55 menit. Cari posisi paling nyaman dan kursi paling empuk dengan senderan kepala yang tinggi dan jauh dari pandangan orang-orang yang lewat sambil mengangkat kaki dan istirahat aja gituh.


Setelah beberapa jam menunggu akhirnya tiba juga saatnya bagi saya untuk menuju ke gate yang akan mengantarkan saya ke pesawat yang akan membawa saya ke Melbourne. Setelah melewati pemeriksaan x-ray saya berjalan menuju gate dan mampir ke salah satu cafe yang menjual cemilan. Saya hanya membeli air mineral buat bekal di pesawat. Saat akan memasuki gate saya kebagian diperiksa sama petugas airline yang rese, keturunan indihe.
Penerbangan yang kedua ini akan memakan waktu kurang lebih selama 7 jam dan di pesawat ga ada inflight entertainment. Saya cuma bisa berjuang buat tidur tapi gak bisa tidur. Saya kebagian tempat duduk di samping jendela bersama 2 orang bule oz dan inggris. Saya paling mungil sendirian diantara mereka, biasanya kaaaaan enggak,seneng deh hahaha.



Saat mengisi arrival card saya udah gak kebingungan lagi ceklis barang apa yang mau dideclare. Saya cuma bawa sambal terasi sachet doang, gak bawa abon, kayak biasanya jadi aman haha. Waktu mau nulis saya ditawarin dipinjemin pulpennya mbak bule oz di pojokan, saya kan udah bawa pulpen hehe. Padahal saya garing banget waktu di pesawat, pengen ngajak ngobrol mas dan mbak di samping saya tapi mereka pada tidur, gampang banget tidurnya saya sampe sirik sendiri.


Saya hanya membawa uang sebanyak 100 dolar Australia ketika saya transit di Melbourne dan Sydney 2 bulan yang lalu, itu juga sisa dari tahun 2013. Cukup?? Enggaklah! Kok bisa survive di negara yang terbilang mahal untuk ukuran backpacker kere seperti saya? Rejeki anak sholeh hahaha.
Karena tujuan utama saya adalah New Zealand, saya nggak banyak mikirin Australia. Saya bahkan nggak bikin itinerary selama 24 jam di Melbourne, saya nggak googling bagaimana cara mencapai pusat kota, saya nggak googling hostel buat istirahat selama di Melbourne, bahkan saya nggak tau saya mau ngapain ke Melbourne. Alternatif pertama saya kalo nggak dapet tempat tinggal gratis adalah bermalam di bandara Tullamarine. Saya nekad aja deh mau tidur di mana yang penting judulnya gratisan. Saya mah siapa atuh, buat makan aja susah apalagi buat nginep di hostel.
Kenapa saya lemas dan gak bisa tidur sampe 4 malam? Karena saya mau bungy jumping, tapi akhirnya saya memutuskan untuk gak jadi bungy jumping karena saya cemen hahaha!
Lho trus rugi dong udah lemes tapi gak jadi bungy jumping hihi
Gpp dah hehe