Mengurus visa mudah sih memang, tapi soal keputusan visanya itu yang gak kita tahu. Menunggu keputusan visa adalah kegiatan yang menguras energi.
Sebelumnya izinkanlah saya terlebih dahulu untuk mengucap puji dan syukur serta ucapan terima kasih kepada :
1. Allah SWT. Karena berkat ridhoNya-lah saya akhirnya bisa memberanikan diri melangkahkan kaki ke samping tembok kedutaan
2. Kedua orang tua saya yang tercinta, karena atas izin merekalah saya bisa berangkat ke kantor kedutaan
3. Mbake tercinta, yang bersedia nyopirin dan nganterin saya dari pagi buta dan ngedrop saya di samping kantor kedutaan pas ujan deres
4. Untuk mereka yang tidak bisa disebutkan namanya, terima kasih ya 🙂
Dokumen untuk ditukarkan dengan selembar stiker visa
“Waduh rekeningnya minim banget, nggak ada dana di rekening lain? Punya orang tua, kakak?”
Saya masih saja teringat saran petugas aplikasi visa ketika akan mengajukan berkas aplikasi visa Schengen 2 minggu yang lalu. Saran dia benar, sayanya aja yang ndableg, udah tau mau ke Yurop malah masukin dana pas-pasan. Eropa, apa yang ada di pikiranmu saat mendengarkan kata Eropa? Perjalanan seru? Iya! Keren? Pastinya! Mahal? Banget! Visanya ribet? Entahlah. Continue reading “Mengurus Visa Schengen Melalui Kedutaan Denmark”→
Tadi sore saya gak sengaja liat twitnya Trinity Traveler yang isinya kurang lebih begini, “Merencanakan perjalanan itu kadang lebih menyenangkan daripada perjalanan itu sendiri”
Coba ngacung siapa yang setuju dengan twitnya Mbak T ini? *ngacung tinggi-tinggi*
Saya pun berpendapat demikian karena saat ini saya lagi semangat-semangatnya merencanakan perjalanan yang nggak kalah menarik dari destinasi sebelumnya dan nggak kalah menantang. Menantang dalam artian budgetnya yang menantang, fiuhhh. Tahun-tahun sebelumnya, sebelum melakukan perjalanan ke mana saja saya selalu semangat setiap merencanakan perjalanannya. Dimulai dengan tahapan awal yaitu ngayal alias membangun mimpi, dari yang awalnya cuma liat foto-foto tsakep di internet kemudian mulai bikin daftar mimpi random, selanjutnya saya akan berjuang untuk mewujudkannya. Ketika perjalanan sudah terlaksana, ya udah lupa aja lagi.
New Zealand Fur Seal sedang berjemur Milford Sound, New Zealand
Baiklah, tahapan yang paling seru dalam merencanakan perjalanan itu adalah ngayalnya. Saya suka ngayal jalan-jalan ke tempat yang sebelumnya nggak ada dibayangan saya. Berkat adanya teknologi bernama internet, kini saya bebas ngayal kelayapan ke tempat tsakep sambil liatin foto-fotonya. Kalo boleh ngayal, saya pengen banget traveling tanpa dibatasi waktu dan biaya. Tapi yang namanya hidup kita kudu berjuang untuk dapat bertahan hidup di belantara kota Jakarta. Jangankan ke luar negeri, buat memenuhi kebutuhan bulanan aja udah Alhamdulillah. Realistis aja saya mah.
Jadi begini ceritanya, seandainya, seandainya yaaa. Seandainya saya punya waktu dan duit banyaaaaak sekali saya akan melakukan perjalanan lintas negara dan benua. Dimulai dari benua asia tempat saya tinggal, startnya dari bandara Soekarno Hatta, kemudian langsung loncat ke benua Eropa. Nah Eropa itu kan luas, nanti ceritanya (ngayal doang) saya bakalan keliling Eropa dimulai dari Paris, Perancis. Bersepeda menyusuri perkebunan anggur di pedesaan di Perancis, berjalan kaki di gang-gang sempit di pedesaan sambil mampir ke café kecil untuk menikmati secangkir cokelat panas, duduk-duduk bermalas-malasan di depan menara eiffel sambil makan pisang goreng. Kemudian dilanjutkan dengan perjalanan sampai ke negara tetangganya yaitu Spanyol, Camino de Santiago sambil menggendong ransel yang nggak berat-berat amat. Camino Frances, Santiago de Compostela, entahlah saya belum selesai googling tentang si camino ini jadi kurang paham, kalo boleh milih saya mendingan naik sepeda daripada jalan kaki, nggak kebayang capeknya hihi.
Ok, lanjut! Dari Spanyol perjalanan dilanjutkan ke Portugal, tanggung kan deket sama Spanyol. Dari Portugal langsung terbang ke Jerman ke Schloss Neuschwanstein, ke Nuremberg, Berlin dan kota-kota lain untuk kopi darat dengan teman-teman blogger multiply di Jerman yang sekarang udah hilang kontak. Menikmati romantisnya kota Praha di Ceko. Berjalan kaki menyusuri kastil-kastil di Polandia. Tidak lupa mampir untuk mengejar aurora di Swedia dan Norwegia. Oh iya, lanjut lagi ke Inggris buat nemuin si Muse di Brimingham dan numpang di kosannya buat menghemat akomodasi, lalu ke Staveley, Cumbria. Terbang lagi ke Dublin buat menikmati melownya kota Dublin yang saya kenal dari novel chicklit yang pernah saya baca jaman saya masih rajin baca buku. Dari situ langsung terbang ke Kulusuk, Greenland. Nah dari Greenland dilanjutkan ke Kanada untuk mengunjungi pegunungan Alberta, Jesper National Park, Prince Edward Island, ke tempat yang belum saya tuju entah ke mana. Dilanjutkan lagi terbang ke Alaska, gara-gara nonton the Proposal, wuihh. Dari belahan bumi bagian utara, dilanjutkan ke belahan bumi bagian selatan yaitu New Zealand (lagi), masih kepengen ke New Zealand deh! Udah ah jangan banyak-banyak ngayalnya, ntar gila loh haha, yang pasti-pasti aja deh.
Sebenernya saya masih kepengen posting cerita perjalanan saya ke New Zealand dan Australia beberapa bulan yang lalu tapi semangatnya keburu ilang, ketimpa dengan rencana perjalanan yang baru. Selama sebulan terakhir ini saya jarang posting karena lagi sibuk mempersiapkan perjalanan saya. Saya sibuk di depan layar computer ngotak-atik google map, browsing tempat-tempat menarik yang bisa dijadikan bucketlist, mengukur jarak antara titik satu dengan titik lainnya di google map, mencari akomodasi dan tiket termurah yang masuk dalam budget saya, sampai browsing mengenai pengalaman orang-orang yang sudah pernah apply visa melalui berbagai kedutaan.
Piopiotahi
Setiap hari saya masih ngecek kejelasan aplikasi visa saya melalui website tapi sampai saat ini belum ada kabar. Dari sekian sedikit visa yang pernah saya ajukan, visa korealah yang paling lama prosesnya yaitu semingguan. Untuk visa transit Australia dan visa turis New Zealand hanya memakan waktu 3 hari kerja, cepet banget kan! Untuk visa schengen ini, entahlah akan memakan waktu berapa lama. Lah ujung-ujungnya ngomongin visa lagi *tepok jidat*
Untuk saat ini, saya nggak kepengen apa-apa, saya cuma pengen visa saya diapprove, udah itu doang. Ngomongin soal merencanakan perjalanan, ada nggak sih tempat yang pengen banget kalian datengin? Kalo ada, kenapa alasannya?
Dokumen untuk ditukarkan dengan selembar stiker visa
Okeh, mumpung masih anget-anget taik ayam nih saya mau cerita udah ngapain aja dari pagi tadi. Pagi ini saya ngerasa gugup, deg-degan, gelisah, sampe mules gara-gara stress mikirin visa. Rencananya pagi ini, sekitar jam 10an saya pengen capcus ke belakang kantor buat apply visa. Semua dokumen udah saya siapin sejak kemarin, lengkap dengan bukti keuangan dan bukti konfirmasi tiket pesawat dan ho(s)tel yang sudah dibayar dengan lunas atau digaransi dengan kartu kredit. Saya tau banget kalo mau apply visa konon katanya kudu ada duit sebanyak 50 juta rupiah di rekening yang dibuktikan dengan rekening koran dan surat referensi dari bank tempat kita naro duit. Tapiiii berhubung jumlah saldo di rekening saya pas-pasan, maka saya nekad mengajukan aplikasi visa hari ini.
Setelah menyiapkan mental saya memberanikan diri untuk melangkahkan kaki ke lift dan jalan kaki ke pusat aplikasi visa yang berjarak selemparan kolor dari kantor saya. Sambil berjalan saya merasakan betapa kerasnya degup jantung saya. Tegangnya kelewatan, melebihi tegangan listrik di pusat pembangkit listrik. Saya harus berangkat ke pusat aplikasi visa hari ini, kalo enggak sekarang kapan lagi. I’m running out of time. Now or never.
Bener aja dong, saat tiba di sana dan duduk manis di depan mbak petugas penerima berkas visa, berkas yang pertama kali dicek adalah rekening koran saya yang berjumlah 5 halaman. Dicek angkanya bolak-balik sampai tiba di lembaran paling akhir yang berisi jumlah saldo di rekening saya dan.. Mbaknya bilang gini, “Maap-maap nih, jumlah saldonya minim banget, ada rekening lagi nggak? Ada simpenan lain? Sekedar saran aja sih, kalo bisa direkening ada banyak. Kurs hari ini berapa? Paling enggak buat biaya hidup di sana bisa40 juta kan.”
Jedeeer!! I knew it, pasti dia akan bilang begitu. Apa yang saya takutkan ternyata menjadi kenyataan. Rekeningnya kurang banyak, huaaaaa!! Iyaaa sih biaya hidup di negara-negara skandinavia itu mahal, tapi kan saya udah bayar tiket pesawat dan hostel, jadi di sana nanti tinggal bayar setengah akomodasi, transportasi dalam kota dan biaya masuk objek wisata (kalo mau). Saya juga ditanyalah apakah saya punya rekening lain atau tidak, rekening orang tua, atau siapapun yang bisa membiayai perjalanan saya. Ealah boro-boro mbak, saya kan single fighter, ini saya mau ke sana juga kan mau investasi, maksudnya investasi memori jangka panjang. Saya nggak punya investasi dalam bentuk logam mulia atau aset tak bergerak. Namanya juga backpacker kere, bisa sampe ke sana aja udah alhamdulillah, saya nggak bakalan macem-macem selama di sana.
Kemudian, si mbaknya langsung bolak-balik ngecek kelengkapan aplikasi visa saya satu persatu. Dimulai dari rekening koran, tiket pesawat, pokoknya semuanya deh. Sambil ngecek sambil nanya-nanya saya kerja di mana, berapa lama, interview kecil-kecilan gitu deh. Sambil ngejawab pertanyaannya sambil saya jelasin. “Ini lho tiket pesawatnya dari Jakarta ke Kuala Lumpur”. Kemudian dia nanya lagi, “Tiket pulangnya mana? Dari Kuala Lumpur ke Jakarta kok nggak ada!?”
“Begini lho mbak, jadi rute terbangnya itu saya berangkat dari Jakarta ke Kuala Lumpur, kemudian dari Kuala Lumpur ke Abu Dhabi, dari Abu Dhabi ke hatimu…”
Setelah dicek dengan seksama, sebagian besar berkas di halaman belakang yang nggak penting dikembaliin lagi ke saya. Cukup halaman pertama dan bukti kalo saya udah bayar tiket atau hotelnya. Di website pusat aplikasi visa disebutkan, kalo pemohon seharusnya gak beli tiket pesawat dulu. Kalo dipikir-pikir, saya ini nekad banget, beli tiket pesawat pp dan tiket antar kota duluan. Ya ampun, saya takut banget! Beneran!
Dokumen yang diperlukan
Setelah semua dokumen diterima dengan lengkap, selanjutnya saya melakukan pembayaran dan menerima bukti pembayaran. Biaya visa ini lebih murah daripada visa New Zealand. Saya langsung pindah ngantri di depan loket ruangan tertutup untuk pengambilan sidik jari dan foto biometrik. Sidik jari dan foto biometrik diperlukan untuk database di negara-negara schengen, jadi kalo nanti mau apply visa lagi kita gak perlu ambil sidik jari dan biometrik. Mirip-mirip kayak mau bikin paspor gitu deh. Setelah selesai pengambilan foto biometrik dan sidik jari akhirnya selesai sudah tahapan-tahapan dalam mengajukan aplikasi visa ini. Saking gugupnya saya sampe blank pas keluar dari pusat aplikasi visa, nyari pintu keluar aja nyasar hehe.
Sebelum memilih di kedutaan mana saya akan mengajukan aplikasi visa, saya sempat browsing mencari informasi mengenai pengalaman orang-orang yang pernah apply visa di kedutaan Denmark, tapi karena minimnya postingan blog orang yang pernah apply visa di denmark saya nggak nemu. Kebanyakan orang-orang apply visa melalui kedutaan Belanda dan Perancis (TLS contact) karena katanya di kedutaan ini paling mudah prosesnya. Awalnya saya juga hampir memilih apply visa di kedutaan Perancis, tapiiii.. mahal *pelit*. Lagian saya males memodifikasi itinerary, berhubung saya orangnya jujur, baik hati, rajin menabung dan tidak sombong maka saya memilih mengajukan aplikasi visa melalui kedutaan Denmark. Kan katanya harus apply visa di negara yang paling lama didatengin. Proses aplikasi visa di kedutaan Denmark ini akan memakan waktu maksimal 15 hari, mohon doanya ya teman-teman. Bismillah…
Liat foto ini inget waktu baru tiba di Te Anau, New Zealand. Setelah memarkir mobil di hostel, saya jalan-jalan di depan danau di sekitaran hostel dan liat satu keluarga yang lagi main-main sama burung ini. Anak kecilnya lari-larian sampe burung-burung beterbangan. Ah saya merindukan jalan-jalan.
Liburan, liburan, liburan, itulah yang sedang ada di benak saya saat ini. 6 bulan sudah saya menahan diri untuk tidak melakukan perjalanan seperti biasanya. Berbeda dengan tahun 2015 lalu, saya masih menyempatkan untuk melakukan perjalanan ke tempat yang seru. Tahun ini udah hampir memasuki bulan ke 7 dan saya sama sekali belum ke mana-mana, rasanya itu sulit diungkapkan dengan kata-kata. Saya sakau jalan-jalan, sodara-sodara!
Saya bukannya lagi nahan diri jalan-jalan tapi saya lagi menahan diri gak jajan dan ngeluarin duit sama sekali kecuali buat bertahan hidup. Sepatu saya yang jebol aja belum diganti yang baru, duhh segitunya yak haha. Saya masih harus nabung sampai 3 bulan ke depan buat melengkapi persyaratan visa yang paling rese yaitu rekening koran 3 bulan terakhir, I hate this part. Bagian ngumpulin bahan buat apply visa sih saya suka, cuma nominal di rekening koran ini nya yang bikin saya stress. Ya keleus budget terbatas nekad jalan-jalan, disitu kadang saya merasa sedihhhh. Beneran sedih karena harus berpikir keras mau minjem duit siapa lagi buat diendapin di rekening hahha.
Belakangan ini saya lagi sibuk browsing websitenya booking dot com, hostelworld dot com, airbnb dot com buat ngebandingin akomodasi yang paling masuk ke budget saya. Beberapa kali berkirim pesan dengan beberapa host airbnb tapi sampai saat ini saya belum memutuskan mau nginep di mana. Pas lagi cerita-cerita kalo saya mau nyoba nginep di rumah orang, ehh saya ditakut-takutin kakak saya, hati-hati lho nginep di rumah pembunuh berdarah dingin mwahahaha. Gilak yaa, kebanyakan nonton horror tuh efeknya bisa jadi kayak gitu. Eh tapi ya kalo dipikir-pikir, kemungkinan itu ada ya, hiyyyy amit-amit jangan sampe. Tapi setelah browsing sana-sini banyakan review positif kok daripada negatif.
Nah sekarang saya mau ngayal lagi, liburan menyenangkan versi saya adalah liburan yang spontan nggak pake direncanain kayak liburannya Mr. Bean yang menangin undian jalan-jalan ke Cannes, Perancis. Sebenarnya liburannya dia udah diatur penyelenggara undian kali ya, cuma dianya aja yang sial mulu haha. Saya masih aja suka nonton Mr. Bean’s Holiday, banyak kebodohan dan kecerobohan yang terjadi pada perjalanannya Mr. Bean ke Cannes. Dari kecerobohan itu justru mewarnai setiap perjalanannya. Saya tuh pengennya jalan-jalan kayak gitu, nggak usah kebanyakan mikir, jalan aja terserah kaki mau melangkah ke mana. Tapi kalo nggak booking penginapan, bus, kereta, pesawat dari jauh-jauh hari jatohnya mahall. Lagi-lagi ngomongin duit..
Tahapan yang sekarang sedang saya hadapi adalah tahap mencari dan menentukan penginapan, seandainya saja saya bisa bepergian tanpa harus booking penginapan, terserah mau nginep di mana dan bebas tidur di mana saja. Kalo tahan dinginnya udara malam dan bisa tidur beralaskan rumput dan beratapkan taburan cahaya bintang tanpa ada binatang buas sih enak ya. Hayo di mana coba tempat yang bisa beginian. Saya lagi pusing nyari penginapan buat ketentraman hati dan persyaratan mengajukan aplikasi visa.
Waktu ke solo trip ke Korea Selatan saya nggak menjalankan agenda perjalanan saya sesuai dengan itinerary yang saya buat sebelumnya. Saya menginap di hostel sampai batas waktu yang tidak saya tentukan, setiap hari saya perpanjang terus aja, sampai-sampai pemiliknya cerewetin saya terus nanyain tinggal sampe kapan. Kalo betah ya terus di sana, kalo ga betah ya tinggal cabut, gitu aja repot. Pemilik hostelnya agak-agak galak juga, kok saya betah ya tinggal di sana. Enaknya jalan-jalan sendiri itu bisa suka-suka gue, nggak ada yang ngatur dan nggak perlu toleransi sama teman jalan, egois ya saya hehe.
Waktu kelayapan ke Bromo beberapa tahun yang lalu, saya dan kakak saya berangkat ke Bromo tanpa persiapan apa-apa. Saat itu momennya pas tahun baru di mana sebagian besar penginapan terisi penuh, dengan bermodalkan print-an nomer telepon dan alamat penginapan kami nekad berangkat ke stasiun Surabaya dengan menggunakan kereta malam. Itu kali kedua saya kelayapan dalam sejarah per-traveling-an saya. Tanpa diduga perjalanan yang hanya sekedar nekad itu malah memberikan banyak kesan.
Sekarang saya lagi mikir mau nginep di hostel atau di rumah orang (airbnb), kalo traveler bebas memang lebih cocok nginep di hostel supaya bisa dapet teman baru, kali aja bisa diajak jalan bareng dan nongkrong kayak waktu di Gyeongju. Tapi seiring bertambahnya usia, ceilehh, saya sekarang kok malah mikirin kenyamanan. Pengennya tidur di kamar private dengan fasilitas kamar mandi dalam, tapi kok ya mihil. Mau nggak mau balik lagi nginep di hostel kamar rame-rame. Saya juga mau balik lagi nyari penginapan termurah. Pokoknya mah semua harus serba murah, kalo bisa gratisan.
Saya pengen banget jalan-jalan sekeluarga ke tempat yang seru, selama ini saya selalu jalan-jalan sendirian dan meninggalkan orang tua saya di rumah. Pengen ngajak jalan-jalan tapi masalahnya ibu saya nggak suka jalan-jalan, baru diajak ke PRJ sama anak-anaknya aja udah ngeluh capek, yang ada saya kan bingung yak. Nggak usah jauh-jauh, ajak aja jalan-jalan ke ragunan rame-rame, coba dari yang dekat-dekat dulu.
3 minggu lagi kita lebaran, lebaran atau liburan? Sudahkah kamu merencanakan perjalanan mudik atau liburan seru dengan keluarga.
*Celingak-celinguk tengok kanan kiiri depan belakang, aman, lanjutin posting.*
Barusan saya abis nganterin surat tentang BVKW, jadi ternyata bagi ke-30 WN tersebut yang mau ke Indonesia tanpa visa cuma bisa masuk melalui bandara-bandara besar aja, soalnya kan direct flight dari luar negeri kan banyakan ke bandara-bandara itu. Bandara mana???
Kemaren waktu abis baca postingan tentang bebas visa di blog, ujug-ujug saya liat di meja sebelah saya berkas ini. Langsung kepo deh, saya ngintip-ngintip dikiiit haha.
Saya lagi sirik nih, kita sebagai WNI kok susah banget mau masup ke beberapa negara mereka, sedangkan mereka gampang. Waktu ke New Zealand tahun lalu saya harus apply visa dan bayar 2 juta, ke Australia, Inggris, negara-negara Eropa (Schengen) juga visanya mahal. Kadang saya suka ngayal gitu kalo misalnya saya mampu beli tiket ke Eropa, ehh di sana cuma stay di negara-negara schengen doang, gak bisa nyebrang ke UK, Irlandia gara-gara kudu apply visa lagi nggak punya duit haha. Beberapa waktu yang lalu saya nemu tiket ke Melbourne cuma 440.ooo sekali jalan, kayaknya udah gatel kepengen beli. Ehh pas inget visa turisnya yang mahal nggak jadi beli deh. Continue reading “Kepo Dikit”→
Hari jumat minggu yang lalu hampir seharian saya selalu dapet panggilan telepon, mulai dari si bos yang lagi dines ke daerah, mas sales, temen kuliah, sampe dari kedutaan Australia.
Ini sih yang paling saya tunggu-tunggu, pagi-pagi sekitar jam 9an saya dapet telepon dari nomor ga dikenal. Suara mbak-mbak di telepon suaranya kok familiar kayak pernah denger gitu. Dia menanyakan rencana kedatangan saya ke Australia, kapan, berapa lama dan ke kota apa aja. Padahal kan di itinerary dan dokumen permohonan aplikasi visa sudah dilampirkan tiket pesawat pergi pulang. Mungkin untuk konfirmasi aja kali supaya lebih jelas. Terakhir si mbaknya bilang, “Ok sebentar lagi visanya akan keluar”. Yippiiiieyyy
Saya santai aja soal visa transit ini, soalnya udah dapet visa nz-nya. Siangnya sekitar jam 12an saya ngecek email, visa transitnya udah dikirim. Waktu saya liat nama pengirimnya, saya sampe mikir mencoba inget-inget gitu, kok ga asing yah. Sepertinya ga asing deh. Oalah ternyata dulu saya pernah bertemu dan ngobrol dengan mbak visa ini waktu di Menteng.
Visa udah beres, hostel dan tiket bus juga udah dibooking. Sekarang yang saya pusingin adalah biaya hidup selama di sana, tiap hari saya ngecek website BI liatin kurs dolar, kali aja abis pelantikan presiden nanti kursnya turun drastis, amin. Saya stress kali liat kurs dolar, kapan ya bisa kembali lagi ke angka dibawah 5000 rupiah. Baiklah saya akan kembali bekerja. Selamat berhari senin teman-teman!!
Saya udah pernah pake judul ini waktu 2 tahun yang lalu saat apply visa korea, tahun ini saya kembali bikin postingan yang sama. Sebenarnya ga rempong sih, cuma suka aja pake judul ini hehe. Saya udah lama banget kan ga apply visa, tahun lalu visanya diurusin orang kedutaan jadi ga perlu ngumpulin dokumen-dokumen kelengkapan visa.
Akhir-akhir ini kepala saya pusing 7 keliling, pusing yang bener-bener mumet gitu sampe ngebul kepala haha. Saya disibukan dengan mengumpulkan dokumen persyaratan visa. Hampir semingguan saya sibuk nyari kartu keluarga dan sampai kemarin saya nyerahin berkas ke visa application center masih aja nggak ketemu, untung saya pernah nye-can beberapa tahun yang lalu #lega
Selama semingguan ini saya ga konsen ngerjain krjaan dan laporan skripsi, saya sampe ngebatalin jadwal bimbingan sama dosen karena belum siap, apa yang mau dibahas lha wong belum ngerjain hihi. Trus dari bangun tidur sampe mau tidur mata saya ga berhenti liatin layar hp dan layar komputer mencari informasi hostel sampai transportasi negara tujuan.
Kemarin juga saya main petak umpet di kantor, saya kabur diam-diam dan menghilang selama 30 menit langsung capcus ke mall di belakang kantor, tempat apply visa. Untung jaraknya dekat jadi ga perlu berlama-lama ke sananya. Saya kan udah tau tempatnya, tapi saya belum pernah masuk.
Di Mall Kuningan City saya langsung masuk lift dan menekan tombol lantai 2 kemudian jalan sedikit dan sampailah di VFS Global. Saya tanya mas-mas di lobby depan di mana tempat buat apply visa nz. Oh iya kalo mau masuk ke tempat apply visa ini hpnya harus dimatikan, padahal kan saya mau foto-foto loket di dalam tapi ga dibolehin. Saya kebagian nomor antrian 32, jam 3 sore. Sepi banget tempatnya, mungkin karena udah sore kali ya.
Loket penyerahan dan pengambilan berkas visa Australia dan New Zealand berada di ruangan yang sama, loket visa oz jauh lebih banyak daripada loket visa NZ yang cuma beroperasi 2 meja. Memasuki ruangan ini berasa kayak di Customer Service Bank. Saya ga berhenti liatin foto pemandangan yang dipajang di belakang loket. Saya dilayani oleh mas-mas dan saat saya duduk pertanyaan pertama yang ditanya adalah, “Dari instansi mana mbak?” #Jleb
Emangnya keliatan ya seragam saya, kan udah pake jaket, ketauan satpol pp dah ada karyawan cabut di jam kerja haha. Waktu lagi ngecek berkas dokumen persyaratan visa saya sambil ditanya-tanya gitu, “Kenapa pengen ke NZ? Mau ngapain? Sama siapa? Siapa yang bayarin?”
Saya jawab satu-satu, “Dream destination, halan-halan, sendirian eh sama teman, bayar sendiri.” Ya kali ada yang mau bayarin saya jalan-jalan, ga bakalan nolak juga saya.
Dokumen persyaratan visa saya dicek kelengkapannya satu-satu, saking lengkapnya sampe ada yang dibalikin. Setelah dokumen persyaratan visa diverifikasi dan dicap oleh mas petugas, kita kemudian diberikan receipt yang berisi kode atau nomor referensi untuk menelusuri berkas aplikasi visa sudah sampai tahap mana, apakah masih proses atau sudah selesai. Biaya yang dikenakan untuk mengajukan turis visa adalah sebesar Rp 1.750.000 plus biaya logistik Rp. 200.000 jadi ditotal kena 2 juta rupiah, mahal bangeeeeeet #nangiskejer
Biaya apply visa sama tiket pesawat AA CGK-OZ, masih mahalan biaya visa. Saya sampe bengong-bengong gitu liatin foto pemandangan, tapi pas inget biaya perjalanan keseluruhannya mendadak bikin saya sesak nafas. Gpp ya sekali-kali boros belanja tiket buat jalan-jalan, ga sering-sering ini. Mulai hari ini saya sudah bisa bekerja dan mengerjakan laporan skripsi dengan tenang tanpa gangguan. Tapi saya belum bisa bernafas lega sebelum visa saya diapprove dan benar-benar menginjakan kaki di negara kiwi dan kembali ke rumah dengan selamat. Ini adalah perjalanan yang paling saya tunggu-tunggu. Semoga visa saya diapprove, amin
2,5 tahun yang lalu “Emaaak, babeeeh! Aye dapet kerjaan!”#lari-lari ngelilingin rumah ga jelas
5 bulan yang lalu “Emaaaak, babeeeh! Aye dapet beasiswa pelatihan ke Ostrali!” #pamerin print-an visa dan tiket pesawat sambil nyengir kuda
Fiuhh, butuh perjuangan panjang buat saya supaya bisa sampe ke Australia. Saya kudu bersaing dengan satu orang kompetitor cadangan di kantor. Dan saya juga harus dalam keadaan sehat wal afiat waktu menjalankan pemeriksaan kesehatan di klinik medika loka, Kuningan. Untuk meyakinkan diri rendiri, saya sampai berinisiatif menjalankan pemeriksaan paru (chest x-ray) untuk kedua kalinya di salah satu RS di Tangerang. Setelah ketauan hasilnya, saya baru bisa bernapas lega. Maklum aja, kalo ada yang ga beres dengan hasil pemeriksaan bisa-bisa saya batal berangkat.
Pemeriksaan kesehatan (medical check-up) dilakukan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan student visa. Pemerintah Australia ga mau mengambil resiko dengan menerima pendatang yang memiliki penyakit sekecil apapun. Kadang saya berpikir kalau mereka itu lebay lho. Orang sana aja bisa bebas keluar masuk Indonesia, sedangkan orang kita sulit banget, banyak proses. Kebijakan memberlakukan visa tiap negara berbeda-beda.
Setelah saya sudah pasti lolos ke babak final, saya baru bisa cerita-cerita ke bapak, ibu, pakde, bude, teman-teman kuliah, ibu kajur dan pak asdir (buat minta ijin mengajukan UAS susulan). Kesempatan ga datang 2 kali, kali ini aku ga mau melewatkannya.
Setelah tiket dan visa di tangan, pelan-pelan saya mulai membayangkan kehidupan baru saya di Australia nantinya. Akankah indah atau? Padahal bermimpi pun saya ga pernah. Menginjakan kaki di benua Australia itu jauh dari jangkauan saya. Yay, dream come true, Alhamdulillah.
Australia, i’m coming!
#postingan telat, udah pulang baru kepikiran nulis ini 😀
Sekarang hari senin, besok udah selasa, selasa depan aku udah terbang ke Hoju (호주 : Oz). Katanya kalo mau bepergian jauh itu ga boleh terlalu lelah atau kecapekan, kalo bisa istirahat buat persiapan menempuh perjalanan jauh. H-10 aku masih aja masup angin, kecapekan, dan tepar gitu gegara deadline kerjaan & kuliah. Hari Sabtu kemaren masih kena demam aja.
Aku masih bingung pengen bawa apaan buat ke Hoju. Ini bakalan jadi rekor terlama aku jadi bang toyib. Biasanya aku paling lama ga pulang-pulang itu 10 hari doang, kali ini 3 bulan, daebak!
Aku pengen bawa ini itu semua yang ada di Indonesia tapi customnya Hoju itu agak-agak rempong. Jadi bingung gitu. 2 minggu sebelum berangkat aku udah mulai agak-agak sedih aja gitu. Aku bakalan kangen sama orang rumah, makanan indonesia, temen-temen kampus, nongton drama korea di tipi, nongkrong di kantin kampus, huaaa. Berarti aku kudu belajar masak nanti, kalo kepepet biasanya bisa pan yak..
Bijo’s Packing List
1. Sambal Terasi ABC Sachet Aku pengen buanget bawa sambel terasi ABC ke Hoju. Makanan Indonesia pan tiada duanya. Kalo indomie sih masih banyak dijual di swalayan asia, kalo saos aku ga yakin. Aku mau coba gambling bawa ini nanti. Asalkan dideclare kan yak. Tapi aku mau bawa dalam jumlah sedikit aja, supaya ga nyesek-nyesek amat kalo harus dibuang di pos pemeriksaan.
2. Obat-obatan Aku masih binun mau bawa obat-obatan atau enggak. Takutnya di sana nanti aku masup angin (amit-amit) dan di sana ga bisa berobat ke dr. Desire, dokter langgananku jaman masih piyik dulu haha.. Boleh ga sih bawa obat dengan resep dokter? Atau aku bawa obat warung aja kayak Oskadon, Paramex, Panadol, Decolgen dan kawan-kawannya?
3. Minyak Kayu Putih Kan ga boleh bawa produk turunan tumbuhan ke sana yak. Minyak kayu putih caplang yang terbuat dari Eucalyptus Oil 100% boleh dibawa masup ga yah? Ini masup ke obat-obatan atau produk turunan tumbuhan? Daun Eucalyptus pan makanan koala. Nanti kalo bawa minyak kayu putih Eucalytus Oil ke kandang Koala bisa-bisa direbut sama Koala lagi ~~
4. Toiletris Sabun cair/batangan, pasta gigi, shampoo dibatasi ato enggak ya jumlahnya. Aku mau bawa dalam jumlah standar, tapi aku mau bawa shampoo sachet dalam jumlah buanyak, bakalan dibuang ga yah, hmm..
Udah sih itu aja yang pengen dibawa. Aku mau latihan travel light, keluarin semua isi koper lagi dan bawa yang penting-penting aja. Tinggal dipake cuci pake cuci ga perlu bawa yang ga bakalan dipake. Kemaren udah nimbang koper, masak beratnya lebih dari 30 kilo. Lebih berat dari lemariku haha.. Koper kosong aja udah berat, ditambah isinya segambreng tambah abuottt.
Visa Kemaren pas aku lagi ngecek-ngecek dokumen yang mau dibawa, yen tak perhatiin ternyata aku dapetnya multiple entry student visa, berarti aku bisa keluar masup selama 3 kali kan ya? Sebelumnya aku pernah denger temennya temenku pernah ditolak masup lagi ke Hoju setelah liburan ke Singapore pas lagi libur kuliah, gegara visanya dia single entry. Nah dari situ aku pan jadi parno, kalo tiba-tiba aku memutuskan untuk halan-halan ke luar Hoju trus nanti ga boleh masup lagi ke Hoju gimana, pan ga lucu ceritanya.
Browsing before kelayapan penting yak.
Ehhh nemu-nemu! Tadi udah dapet..
Tidak perlu dilaporkan Jika anda membawa obat-obatan seperti aspirin, paracetamol, obat yang dibeli tanpa resep di Australia, anda tidak perlu melaporkan barang-barang ini kepada Customs and Border Protection ketika anda tiba di Australia. Jika anda membawa obat-obatan yang beresep, anda tidak perlu melaporkannya asal saja anda tidak membawa lebih dari persediaan untuk tiga bulan. Ada baiknya anda membawa surat resep dari dokter anda dalam bahasa Inggris yang menjelaskan penyakit anda. (etdah, emang aku penyakitan, hihi..) http://www.customs.gov.au/knowbeforeyougo/default.asp